Menteri Wihaji: Generasi Muda, Keluarga dan Masa Depan Indonesia Saling Terkait Wujudkan Indonesia Emas 2045
9.1k ViewsKomentar Dinonaktifkan pada Menteri Wihaji: Generasi Muda, Keluarga dan Masa Depan Indonesia Saling Terkait Wujudkan Indonesia Emas 2045
Dr. Wihaji Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Bogor, Kemendukbangga/BKKBN — Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dipandang sebagai investasi krusial karena menciptakan SDM berkualitas yang berdaya saing. Investasi pada sumber daya manusia di Indonesia harus selaras dengan perubahan, tantangan, dan peluang yang ada.
Hal itu dikemukakan Menteri Kependudukan dan Pembangunan keluarga, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd, dalam paparannya di depan mahasiswa IPB, Selasa (26/8/2025), berlokasi di Graha Widya Wisuda Intitut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat.
Pada kesempatan ini Menteri Wihaji membawakan makalah tentang Generasi Muda, Keluarga dan Masa Depan Indonesia di depan kurang lebih 700an mahasiswa.
Menteri Wihaji mengatakan, generasi muda, keluarga, dan masa depan Indonesia saling terhubung erat dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Keluarga yang harmonis dan berkualitas, menurut Menteri, mendukung pendidikan dan kesejahteraan anak, membentuk generasi muda yang berintegritas dan mampu menghadapi tantangan global, yang pada akhirnya akan menentukan nasib bangsa.
“Keluarga menyediakan fondasi karakter dan nilai-nilai yang kuat bagi generasi muda yang memiliki inovatif dengan pengetahuan dan kreativitas tinggi,” ujar Menteri Wihaji.
Pada bagian lain paparannya, Menteri Wihaji mengatakan salah satu tujuan dari visi Indonesia Emas 2045 yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto adalah mewujudkan SDM unggul, berbudaya dan menguasai Iptek. Sekaligus juga ditujukan untuk mewujudkan Generasi Emas di 2045 yang berdaulat, maju, adil dan makmur.
Oleh Menteri, mahasiswa diibaratkan emas 18 karat yang sedang diasah menjadi emas 24 karat melalui jenjang pendidikan S1, S2 hingga S3. “Menjadi emas nilainya luar biasa. Oleh karena itu, jangan sia-siakan kesempatan menimba ilmu. Agar kelak dimanapun diletakkan, akan disukai oleh orang. Kalian adalah usia produktif, tapi jangan sampai tidak produktif,” ujar Menteri Wihaji memotivasi para mahasiswa.
Era Bonus Demografi
Wihaji mengatakan dalam rentang periode 2020-2045 Indonesia memasuki era bonus demografi, mengingat 70,72 persen penduduk berada dalam usia produktif, termasuk para mahasiswa IPB yang hadir saat ini.
Bonus Demografi
Bonus demografi adalah periode krusial yang harus dimanfaatkan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Periode ini, kata Menteri, merupakan kondisi ideal untuk pembangunan dan harus dimanfaatkan untuk mendorong kemakmuran penduduk.
Faktor penentu keberhasilan bonus demografi, demikian Menteri, ditentukan oleh empat kondisi. Yakni, penduduk usia produktif harus berkualitas, partisipasi perempuan dalam pasar kerja harus ditingkatkan, pemerintah harus menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja, dan tingkat kelahiran harus dikendalikan.
Menteri Wihaji mengatakan generasi muda memiliki peran penting dalam meraih peluang bonus demografi. Karena itu, mereka harus menjadi aktor atau pelaku pembangunan yang berkualitas, mampu membangun keluarga berkualitas dan melahirkan generasi berkualitas, “Generasi muda juga harus bisa menjadi agen perubahan sosial,” terang Menteri.
Di era bonus demografi dewasa ini, Menteri Wihaji mengingatkan agar generasi muda mempersiapkan masa depannya dengan baik. “Generasi muda diharapkan mempersiapkan investasi hari tua untuk mengurangi risiko peurunan produktivitas dan munculnya sandwich generation,” papar Menteri.
Agar menjadi generasi muda berkualitas, Menteri Wihaji berharap mereka mempersiapkan diri sebelum berkeluarga, menjadi agen edukasi dan influencer positif, membangun karakter dan ketahanan pribadi, mencegah risiko sosial, dan berpartisipasi dalam program pemerintah.
Fenomena Childfree dalam Dinamika Kependudukan indonesia
Dalam dialog dengan mahasiswa IPB, Menteri sempat menyinggung fenomena Childfree. Suatu keputusan individu atau pasangan untuk tidak memiliki anak. Pilihan ini muncul sebagai refleksi perubahan pola pikir masyarakat modern, seiring meningkatnya kesadaran terhadap faktor sosial, ekonomi, lingkungan, dan kesehatan.
Menurut Wihaji, Fenomena Childfree berimplikasi pada Total Fertility Rate (TFR) suatu masyarakat, bahkan negara. Hal ini sudah terjadi di negara-negara maju dengan tingkat pendidikan tinggi dan urbanisasi yang masif, seperti Jepang dan Korea Selatan.
Di Jepang, misalnya, selama beberapa dekade terakhir telah mengalami penurunan signifikan dalam angka kelahiran. Angka kelahiran tahun 2023 mencapai rekor terendah sepanjang sejarah negara tersebut, dengan hanya 1,2 anak per wanita, jauh di bawah tingkat yang diperlukan untuk mempertahankan populasi.
Sedangkan Korea Selatan mencetak rekor terendah global dengan angka kelahiran hanya 0,75 anak per wanita pada tahun 2023. Pemerintah Korea bahkan menggulirkan berbagai insentif finansial bagi keluarga muda untuk membalik tren ini. Namun hasilnya masih minim karena pergeseran nilai di masyarakat urban tak mudah dibalik.
Data Laporan Kependudukan Indonesia dari BKKBN (2024) menunjukkan tren penurunan Total Fertility Rate (TRF) – rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita selama masa suburnya (biasanya antara usia 15 hingga 49 tahun), dari 2.41 pada Sensus Penduduk (SP) 2010 menjadi 2.18 pada data LongForm SP 2020.
Sedangkan dari hasil Pendataan Keluarga tahun 2021, TFR Indonesia berada pada angka 2.24, dan menurun menjadi 2.14 pada hasil Pendataan Keluarga 2023.
Pada 2014 atau dua tahun setelah Indonesia memasuki masa bonus demografi, jumlah perkawinan di Indonesia mencapai 2,11 juta. Namun, pada 2024 atau dua tahun setelah puncak bonus demografi tercapai pada 2021-2022, jumlah perkawinan justru anjlok 30 persen menjadi 1,48 juta. Kedua tren ini menunjukkan perubahan dalam preferensi keluarga dan gaya hidup generasi muda.
Fenomena childfree bukan sekadar tren viral sesaat, melainkan refleksi dari pergeseran sosial, ekonomi, dan budaya di Indonesia. Tantangan ke depan adalah menciptakan ruang diskusi yang inklusif agar pilihan ini bisa dihargai, sekaligus mempertimbangkan dampaknya terhadap masa depan demografi bangsa.
Membangun SDM Berkualitas Lewat Peta Jalan Pembangunan Kependudukan
Membangun SDM berkualitas perlu didukung kebijakan kependudukan yang adaptif dan terintegrasi. Karena pembangunan kependudukan merupakan pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, yang tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.
Menteri Wihaji mengatakan, pembangunan berwawasan kependudukan adalah suatu konsep pembangunan di suatu daerah yang berfokus pada penduduk. Sebagai kementerian yang telah bertransformasi dan mempunyai dua urusan, yakni kependudukan dan pembangunan keluarga,
Kemendukbangga/BKKBN selalu melibatkan perguruan tinggi, di antaranya dalam penyusunan Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK) sebagai pedoman pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya.
“Isu kependudukan adalah isu urgent. Saya meyakini bagaimana bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi 8%, maka dari sini (kependudukan) analisisnya. Berapa jumlah penduduknya, berapa pendapatannya, berapa pekerjaannya, available job nya seperti apa, bonus demografinya seperti apa, masing2 provinsi seperti apa, investasinya apa, sekolahnya apa, jurusannya apa. Semuanya terpetakan (di PJPK),” ujar Menteri Wihaji.
Ia optimis bila PJPK telah dirumuskan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi secara rasional berdasarkan data. PJPK merupakan operasionalisasi Desain Besar Pembangunan Kependudukan (DBPK) 2025-2045.
Menteri juga mengemukakan tentang integrasi kebijakan kependudukan dengan sektor lain dalam perencanaan pembangunan. Integrasi itu antara lain dengan sektor pembangunan keluarga, pendidikan dan sistem ketenagakerjaan, ketersediaan pekerjaan, sistem perpajakan, pelayanan lima kebutuhan dasar, sistem jaminan sosial melalui DBPK, PJPK dan perencanaan SDM berdasarkan data keluarga.
Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk.
Perkembangan kependudukan sendiri dirumuskan sebagai kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Konsep ini akan bermuara pada upaya mewujudkan bonus demografi yang diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa Indonesia guna mewujudkan Indonesia Emas di 2045.*