in

Danantara dan Masa depan Ekonomi Indonesia

Oleh: Fandi Ahmad (Mahasiswa Post-Graduate Universitas Islam InternasionalIndoenesia dan peneliti Pusat Polling Indonesia)

Pada 24 Februari 2025, Presiden Prabowo telah secara resmimeluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya AnagataNusantara (Danantara), sebuah Soverign Wealth Fund (SWF)ala Indonesia. Dalam peluncurannya Prabowo mengungkapakna bahwa pendirian “Danantara Indonesia bukan sekedar sebuah badan pengelola investasi melainkanharus menjadi instrumen pembangunan nasional yang akanmengoptimalkan cara kita mengelola kekayaan Indonesia”.Peluncuran Danantara tersebut masih menyisakan pertanyaanbagi sebagian masyarakat Indonesia, apakah benar Danantarabisa menjadi instrument pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan?  Bagaimana cara badan ini dapat bekerjamaksimal?

Danantara sebagai salah satu SWF akan bekerja layaknyaSWF lainnya di dunia. SWF, merujuk penelitian Cumming et al. (2017), secara umum memiliki empat peran utama:

Pertama sebagai alat diplomasi. SWF berperan sebagai alatdiplomasi bagi negara induk hal ini yang  dilakukakn oleh pemerintah Malaysia dan Abu Dhabi melalui joint investmentantar SWF mereka di sektor energy, real estate dan pariwisata.

Kedua sebagi instrumen Pembangunan nasional. Contohnya, SWF Trinidad dan Tobago, Heritage and Stabilisation Fund yang mampu secara stabil meningkatkan pertumbuhanekonomi (Affuso dkk, 2022).

Ketiga sebagai alat stabilisasi ekonomi. Heritage Fund juga sebagai contoh fungsi ketiga bagaimana SWF dapatmelakukan stabilisasi ekonomi domestik ketika menghadapaivolatilitas ekonomi khususnya paska krisis ekonomi global 2008.

Keempat adalah sebagai penyimpanan lintas generasi(intergenerational Savings) hal ini untuk memastikan bahwagenerasi masa depan negara induk menerima manfaatekonomi eksploratif. Fungsi keempat ini adalah fungsi utamayang dilakukan oleh SWF dunia.

Mandat dan Aspirasi

Beragam fungsi SWF tersebut kemudian menjadikan SWF memiliki corak yang berbeda satu dan lainnya. Akan tetapijika diklasifikan berdasarkan objek investasinya, menurutDixon et al. (2022), SWF memiliki dua karakteristik objekinvestasi luar negeri dan dalam negeri. Secara tradional SWF memiliki mandat untuk melakukan investasi di pasar mancanegara. Baru dalam dua dekade akhir SWF melakukaninvestasi di dalam negeri terutama SWF negara-negara berkembang. Menurut penelitian Dixon dkk.(2022) hari inisekitar 40% SWF dunia secara langusung atau tidak langsungberinvestasi untuk menopang ekonomi domestik negara indukmereka.

Baca Juga :  Kompetensi Pansel Presidium KAHMI

Faktor apa yang menentukan corak suatu SWF? Peran dan corak SWF suatu negara sangat ditentukan oleh mandat dan aspirasi yang dibebankan terhadap badan tersebut.

SWF Norwegia, Government Pension Fund Global (GPFG) misalnya, mengelola hasil eksplorasi minyak di North Seauntuk mengantisipasi volatilitas harga minyak, SWF inimemilih fokus untuk melakukan investasi pada sektor yang established di luar negeri. Hal yang sama juga dilakukan oleh China Investment Corporation (CIC), SWF China yang mengelolal asset terbesar kedua di dunia ini juga memilikiorientasi untuk berinvestasi di luar negeri.

Akan tetapi bagi SWF negara berkembang lebih banyakberinvestasi ke dalam negeri seperti yang dilakukan oleh Khazanah SWF Malaysia. 85% lebih portfolio ekuitasinvestasinya ditujukan pada sektor ekonomi domestik. Bahkanpada 2010, hanya 8% dari portfolio Khazanah diinvestasikanke luar negeri. Hal ini tidak lepas dari mandat Khazanahuntuk membantu pertumbuhan ekonomi domestik Malaysia.

Dalam konteks Danantara, merujuk pada pidato PresidenPrabowo, Danantara memiliki mandat sebagai instrument pembangunan nasional yang dapat meningkatkanindustrialisasi dan menciptakan lapangan kerja di ranahdomestik. Berdasarkan aspirasi dan mandat tersebutDanantara akan cenderung mirip dengan Khazanah ketimbangGPFG dan CIC.

Strategi pencegahan Dutch Disease dan peningkatan dayatarik investasi

Baca Juga :  Alumni HMI dalam Politik: Antara Idealisme dan Realitas

Pembentukan Danantara bisa dinlai sebgai bentuk responpemerintah Indonesia terhadap permasalahan ekonomi yang di hadapi Indonesia seperti Dutch Disease, kutukan sumberdayaalam (resource curse) dan jebakan pendapatan menengah(middle-income trap).

Menurut laporan Bappenas, Indonesia tengah menghadpapigejala Dutch Disease dimana pada tahun 2022 kontribusimanufaktur terhadap produk Domestic Bruto (PDB) hanyasebesar 18.3%, turun drastic dari 32% pada tahun 2002(Arrijal Rachman, CNBC Indonesia 31/01/2024). Penurunankontribusi manufaktur yang menyerap banyak lapangan kerjabersamaan dengan meningkatnya kontribusi sektorsumberdaya alam terhadap PDB. Hal ini bisa terlihatbagaimana dalam kurun 10 tahun terakhir sektor eksporIndonesia berpangku pada lima komoditas ekstraktif sepertiBatubara, Sawit, nikel, tembaga, dan minyak. Komoditastersebut sangat volatil di pasar internasional. Sehinggaberdampak signifikan bagi stabilitas ekonomi Indonesia khususnya ketika harga komoditas anjlok.

Jika tidak ada intervensi kebijakan untuk meningkatkan nilaitambah komoditas ekstraktif tersebut, maka resource cursedan Dutch Disease menjadi permasalahan nyata bagiIndonesia beberapa tahun ke depan.

Kehadiran Danantara sebagai SWF memiliki fungsi yang sama seperti GPFG sebagai pelindung ekonomi negara atasvolatilitas harga komoditas sumbedaya alam. Lebih lanjut, Danantara sebagai dana abadi dapat menjadi tabungan lintasgenerasi yang akan menjamin manfaat komoditas ekstraktifIndonesia tersebut dapat dinikmati oleh generasi Indonesiamasa depan.

Selain itu Danantara dengan asset yang sangat besar, $US 900 miliar, dapat menjadi instrument untuk menstimuluskeberhasilan project hilirisasi dan industrialisasi di beberapasektor produksi. Hilirasasi dan industrialisasi ini akanmeningkatkan nilai tambah komoditas unggulan Indonesia.

Danantara juga dapat menarik SWF ataupun investor swastamancanegara untuk melakukan joint investment di sektor-sektor strategis. Hal ini dapat kita lihat dari kinerja dariIndonesia Investment Authority (INA) dengan permodalan Rp 75 triliun atau sekitar $US 4.5 milliar dapat membawainvestasi asing rata-rat sekitar $US 22 milliar pertahun(WorldBank). Di atas kertas dengan jumlah modal yang lebihbesar, maka Danantara dapat menarik total investasi yang lebih besar ketimbang INA.

Baca Juga :  Problematika Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden-Wakil Presiden serta Anggota Legislatif

Institusi matters

Perlu dicatat bahwa sebagai aktor pasar, kredibelitasDanantara sangat ditentukan oleh cara kerja dan tatakelolainstitusinya. Keberhasilan Danantara bergantung pada seberapa inklusif tatakelolal badan ini.

Inklusifitas tatakelola institusi menstimulasi kepercayaanpelaku pasar karena memberikan jaminan bagi pelaku pasar akan proses kinerja badan. Sehingga mereka dapatmemprediksi potensi untung-rugi melakukan joint investmendengan Danantara.

Sebaliknya tatakelola ekstraktif menghambat kepercayaanpelaku pasar dan masyarakat secara umum. Karena system ekstraktif hanya akan menguntungkan segelintir orang tertentudan menghilangkan rangsangan ketertarikan pasar dan public secara luas. Hal ini menjadi isu utama mengingat entitas SWF tidaklah murni pemain pasar tetapi juga ada variable regulator di dalamnya.

Inklusiftas SWF ditandai dengan beberapa karakteristik: (1) iamemiliki objektif investasi yang jelas, (2) strategi investasiyang terukur dan (3) memiliki mekanisme pengambilankeputusan yang independent. Kegagalan untuk menjagaindependensi badan bereimplikasi signifikan terhadapkeberlanjutan SWF. Kegagalan 1MDB Malaysia merupakancontoh bagaimana intervensi politik dapat merusakkredibelitas SWF.

Jika Danantara mampu membangun iklim institusi yang transparan dan inklusif dengan tatakelola yang baik makaDanantara tidak hanya menjadi sepuluh besar SWF denganasset terbesar dunia, tetapi juga akan menjadi 10 besar SWF berpengaruh di Dunia. Lebih lanjut keberhasilan Danantaraakan menjadi salah satu critical juncture ekonomi Indonesia yang cerah, terbebas dari kutukan sumberdaya alam, lepasdari jebakan pendapatan menengah dan berkontribusi ataskesejahteraan regional dan dunia.

Written by Akril Abdillah